IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI
This
article describes the significant impacts of promoting corporate
culture for employees especially new recuits in their understanding of
corporate culture or corporate values. Promoting corporate culture and /
or corporate values is often used by many organizations to help their
employees recognizing the organization's condition and surroundings. The
success of this process depends on the role of the manager as well as
the employess's involvement in achieving "person-culture fit", degrees
of efficacy in reaching according to organizational culture, and
accuracy of selected socialization method and weared.
Keywords: organization, corporate culture, person-culture fit, corporate values.
Pendahuluan
Kecenderungan
sifat persaingan menuju persaingan global mesti disikapi dengan cepat
dan tepat karena persaingan yang bersifat global tersebut biasanya
menuntut perubahan manajemen atau pun struktur organisasi yang pada
akhirnya akan berdampak pula pada budaya organisasi, dan sebaliknya.
Namun, perubahan manajemen dan restrukturisasi tidak akan membawa hasil
yang optimal tanpa disertai adanya budaya yang kondusif terhadap
perubahan tersebut.
Organisasi sebagai sistem yang terbuka, dapat dipandang sebagai homogeneous culture dan heterogeneous
culture.
Homogeneous culture menekankan pada proffesional culture dan corporate
culture yang secara bersama-sama membentuk suatu komitmen jangka panjang
terhadap kemajuan organisasi, sedangkan heterogeneous culture dibentuk
dan dikembangkan oleh subkultur yang tumbuh dalam unit yang berbeda
dalam suatu organisasi.
Dalam berbagai penelitian yang telah
dilakukan diperoleh indikasi bahwa budaya organisasi akan dapat dipahami
dan diterima dengan baik oleh anggota (karyawan) hanya apabila di
antara keduanya terdapat kesesuaian / kecocokan, yaitu antara budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam organisasi dengan budaya yang tumbuh
dalam setiap individu (person-culture fit). Semakin tinggi kesesuaian di
antara keduanya, maka semakin rendah tingkat turnover karyawan (Bass
& Avolio, 1993; Vestal, 1997). Salah satu cara yang dapat dipakai
untuk mewujudkan kesesuaian antara budaya organisasi dengan budaya
setiap individu anggota adalah proses sosialisasi budaya organisasi.
Proses
sosialisasi diperlukan anggota untuk menjadikan mereka sebagai anggota
organisasi yang baik, sehingga anggota tidak merasa asing dengan situasi
dan budaya yang telah dimiliki organisasi. Biasanya, karyawan yang
untuk pertama kalinya bergabung dengan perusahaan akan merasa asing dan
diliputi ketidakmengertian yang mendalam tentang prosedur-prosedur
ataupun kebijakan-kebijakan serta nilai-nilai yang terdapat dalam
organisasi.
Salah satu tujuan sosialisasi adalah memperkenalkan
nilai-nilai budaya organisasi secara total sehingga diharapkan karyawan
akan berperilaku sesuai dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi
budaya membutuhkan waktu lama di samping juga memerlukan perhatian
serius. Program sosialisasi pada akhirnya diharapkan mampu memberikan
gambaran yang tepat kepada karyawan tentang lingkungan pekerjaan dan
budaya organisasi tempatnya bekerja.
Untuk menciptakan proses
sosialisasi yang benar, diperlukan keterlibatan karyawan, organisasi itu
sendiri, dan pemimpin yang dapat memberikan dukungan serta melakukan
koordinasi yang tepat selama proses sosialisasi.
Pentingnya Memahami Budaya Organisasi
Setiap
organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya
organisasi. Menurut Robins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai
bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para
karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya
organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani
sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha
penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing
anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti
bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).
Semua
sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya
organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap
langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat
strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana
setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.
Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi
Hasil
penelitian yang dilakukan O'Reilly, Chatman dan Caldwell (1991) dan
Sheridan (1992) menunjukkan arti pentingnya nilai budaya organisasi
dalam mempengaruhi perilaku dan sikap individu. Hasil penelitian
tersebut memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan antara
person-organization fit dengan tingkat kepuasan kerja, komitmen dan
turnover karyawan, dimana individu yang sesuai dengan budaya organisasi
memiliki kecenderungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen
tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk tetap
tinggal dan bekerja di organisasi, sebaliknya, individu yang tidak
sesuai dengan budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasan kerja
dan komitmen rendah, akibatnya kecenderungan untuk meninggalkan
organisasi tentu saja lebih tinggi (tingkat turnover karyawan tinggi).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai budaya secara signifikan
mempengaruhi efektifitas organisasi melalui peningkatan kualitas output
dan mengurangi biaya pengadaan tenaga kerja.
Dengan memahami dan
menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan
mendorong para manajer menciptakan kultur yang menekankan pada
interpersonal relationship (yang lebih menarik bagi karyawan)
dibandingkan dengan kultur yang menekankan pada work task. Menurut
Robbins (1993) ada sepuluh karakteristik kunci yang merupakan inti
budaya organisasi, yakni :
1) Member identity, yaitu identitas
anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan
identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing,
2) Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dibandingkan kerja individual,
3)
People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil
digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota
organisasi,
4) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi,
5)
Control, yaitu banyaknya / jumlah peraturan dan pengawasan langsung
digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan,
6) Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadi lebih agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko,
7)
Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan
kinerja karyawan dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas,
favoritism, atau faktor-faktor nonkinerja lainnya, 8) Conflict
tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk
bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik,
9) Means-ends
orientation, yaitu intensitas manajemen dalam menekankan pada penyebab
atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk
mengembangkan hasil,
10) Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan respon yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.
Manfaat Budaya Organisasi
Kesinambungan
organisasi sangat tergantung pada budaya yang dimiliki. Susanto (1997)
mengemukakan bahwa budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai daya
saing andalan organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan. Budaya
organisasi pun dapat berfungsi sebagai rantai pengikat dalam proses
menyamakan persepsi atau arah pandang anggota terhadap suatu
permasalahan, sehingga akan menjadi satu kekuatan dalam pencapaian
tujuan organisasi.
Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:
1)
membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan
organisasi lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda,
sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan
yang ada di dalamnya,
2) menimbulkan rasa memiliki identitas bagi
anggota; dengan budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki
identitas yang merupakan ciri khas organisasinya,
3) mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu,
4)
menjaga stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang
direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal
organisasi relatif stabil.
Keempat fungsi tersebut menunjukkan
bahwa budaya dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam
menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada dalam
oragnisasi perlu ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota.
Sosialisasi Budaya Organisasi
Definisi Sosialisasi
Budaya
organisasi yang homogen dapat diciptakan melalui kegiatan sosialisasi
budaya organisasi. Dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan
manipulasi budaya/persepsi. Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk
pada anggota akan diarahkan agar memberi pengaruh baik, sehingga
tindakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi yang paling ideal yang
harus dilakukan seluruh anggota.
Sosialisasi dapat diartikan
sebagai proses di mana individu ditransformasikan pihak luar untuk
berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg,
1995). Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional
maupun individual. Dalam pengertian ini terdapat dua kepentingan yaitu
kepentingan organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain,
di dalam prosesnya, sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi
karyawan selain adanya dukungan organisasi yang bersangkutan.
Sosialisasi
mencakup kegiatan di mana anggota mempelajari seluk beluk organisasi
serta bagaimana mereka harus berinteraksi dan berkomunikasi antaranggota
organisasi untuk menjalankan seluruh aktivitas organisasi. Umumnya,
sosialisasi menyangkut dua masalah yaitu masalah makro dan masalah
mikro. Masalah makro berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi karyawan,
sedangkan masalah mikro lebih menyangkut pada kebijakan, struktur dan
budaya organisasi.
Keberhasilan proses sosialisasi budaya tergantung pada dua hal utama (Susanto, 1997), yakni:
1) derajat keberhasilan mencapai kesesuaian nilai-nilai yang dimiliki karyawan baru dengan organisasi,
2)
metode sosialisasi yang dipilih manajemen puncak dalam
mengimplementasikan budayanya. Oleh sebab itu organisasi harus mampu
mengajak anggotanya, terutama anggota baru, untuk menyesuaiakan dengan
budaya organisasi yang menjadi pedoman pencapaian kinerja yang baik.
Di
samping itu, organisasi (dibantu oleh manajemen puncak) juga harus
mampu melaksanakan kegiatan sosialisasi budaya pada sumber daya
manusianya, agar hasil proses sosialisasi memberi dampak positif pada
produktivitas, komitmen, serta turnover sumber daya manusia tersebut.
Pada akhirnya implemetasi sosialisasi budaya organisasi akan mendukung
dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang
diinginkan.
Tujuan dan Manfaat Sosialisasi Budaya Organisasi
Tujuan sosialisasi budaya organisasi adalah:
1)
membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat
memupuk kerja sama, integritas, dan komunikasi dalam organisasi,
2) memperkenalkan budaya organisasi pada anggota,
3) meningkatkan komitmen dan daya inovasi anggota.
Sosialisasi
budaya selain bermanfaat bagi anggota tentu saja juga membawa manfaat
pada organisasi. Bagi anggota sosialisasi budaya memberikan gambaran
yang jelas mengenai organisasi yang dimasukinya, sehingga anggota baru
terbantu dalam membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan situasi yang
dihadapi. Selain itu, sosialisasi budaya juga memudahkan anggota dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan, pekerjaan, dan anggota lain
intraorganisasi. sehingga menumbuhkan komitmen karyawan yang pada
akhirnya diharapkan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Bagi
organisasi, sosialisasi budaya bermanfaat sebagai alat komunikasi untuk
semua hal yang berhubungan dengan aktivitas dan budaya organisasi
sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan anggota untuk memahami segala
sesuatu mengenai organisasi. Proses sosialisasi dapat dilakukan dalam
proses perekrutan karyawan yang sesuai dengan organisasi dan yang
mempunyai potensi besar untuk lebih berkembang. Pemilihan karyawan yang
sesuai dengan budaya organisasi akan memperkuat budaya organisasi yang
telah ada.
Proses Sosialisasi Budaya Organisasi
Proses
sosialisasi budaya khususnya ditujukan bagi calon karyawan baru yang
akan bergabung dengan perusahaan dan / atau anggota yang baru saja
diterima menjadi anggota, karena mereka belum mengenal budaya organisasi
secara komprehensif. Luthan (1995) menjelaskan bahwa proses sosialisasi
budaya organisasi dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:
1)
Seleksi calon karyawan perusahaan; sejak awal pemilihan calon karyawan,
organisasi dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan apakah calon
karyawan tertentu akan dapat menerima kultur yang ada atau justru akan
merusak kultur yang telah terbangun,
2) Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan tertentu, dengan tujuan menciptakan kohesivitas di antara karyawan,
3)
Pendalaman bidang pekerjaan; tahap ini dimaksudkan agar seseorang
anggota semakin mengenal dengan baik dan menyatu dengan bidang tugasnya
serta memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing,
4)
Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan, dimaksudkan agar karyawan
dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan organisasi
sebagai salah satu norma budaya serta dapat lebih intensif menerapkannya
di masa datang,
5) Menanamkan kesetiaan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,
6)
Memperluas cerita dan berita tentang berbagai hal berkaitan dengan
budaya organisasi, misalnya cerita tentang pemutusan hubungan kerja
kepada seseorang karyawan karena menyalahgunakan kekuasaan/wewenang
untuk kepentingan pribadi meskipun karyawan tersebut sangat potensial.
Hal tersebut menekankan betapa pentingnya moral bagi setiap karyawan,
dan nilai moral ini tidak dapat ditebus hanya dengan potensi yang
dimiliki,
7) Pengakuan atas kinerja dan promosi, diberikan kepada
karyawan yang mampu melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung
jawabnya dengan baik serta dapat menjadi teladan karyawan lain,
khususnya karyawan yang baru bergabung.
Untuk dapat memberikan
pengakuan, organisasi harus memiliki kriteria/ukuran baku yang dapat
diterapkan secara konsisten serta dapat diikuti dengan transparan oleh
karyawan lain. Beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur, misalnya:
1) kemampuan teknik,
2) human relation skill / team work,
3) kepribadian,
4) potentiality, dan
5) managerial skill (bagi manajer / supervisor).
Sumber: Fred Luthans (1995:506)
Penutup
Tercapainya
tujuan organisasi tergantung pada adanya kesesuaian antara individu
sebagai anggota organisasi dengan budaya organisasinya. Sosialisasi
merupakan salah satu strategi yang dapat dilaksanakan untuk memberikan
pemahaman nilai-nilai budaya organisasi kepada anggota yang dapat
mendukung tercapainya tujuan individu dan tujuan organisasi.
Proses sosialisasi dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu:
1) seleksi calon karyawan perusahaan,
2) penempatan karyawan dalam suatu pekerjaan tertentu,
3) pendalaman bidang pekerjaan,
4) penilaian kinerja dan pemberian penghargaan,
5) penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,
6) memperluas cerita dan berita mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan budaya organisasi,
7) pengakuan atas kinerja dan memberikan promosi.
Proses
sosialisasi yang dilakukan perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas dan kinerja serta meningkatkan komitmen anggota. Ketika
tingkat komitmen karyawan tinggi secara otomatis tingkat turnover
karyawan rendah. Namun hal yang tidak boleh dilupakan adalah
keberhasilan proses sosialisasi budaya sangat bergantung pada derajat
keberhasilan dalam mencapai kesesuaian dengan budaya organisasi,
ketepatan metode sosialisasi yang dipilih dan dipakai, serta peran
pemimpin dalam mengarahkan dan mendorong pemahaman, pengakuan, dan
pencapaian kesesuaian budaya organisasi dengan individu (anggota) baru.
Akhirnya,
proses sosialisasi diharapkan memberikan kepuasan yang resiprokal
organisasi-anggota, artinya organisasi dapat memberikan kepuasan kepada
anggotanya, dan sebaliknya, anggota dapat memberikan kepuasan kepada
organisasi melalui kreativitas dan kegiatan inovatif yang berdampak pada
tingginya kinerja organisasi secara keseluruhan. @
Daftar Pustaka
Bass, B. M. Avolio, B. J., 1993, Transformational Leadership and Organizational Culture, PAQ, Spring, pp. 112-121.
Gibson,
J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H., Jr., 1994,
Organizations: Behavior, Structure, and Process, 8th Ed., Boston: Irwin.
Greenberg,
J., & Robert, A.B., 1995, Behavior in Organizational: Understanding
and Managing The Human Side of Work, 5th Ed., New Jersy: Prentice-Hall
International, Inc.
Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, 7th Ed., McGraw-Hill International Edition.
O'Reilly,
C. A., Chatman, J., & Caldwell, D. F., 1991, People and
Organizational Culture: A Profile Comperison Approach to Assesing
Person-Organization Fit, 34(3), pp. 487-516.
Robbins, S. P.,
1993, Organizational Behavior Concepts Controversies, and Applications,
New Jersy: Prentice Hall International, Inc.
Sheriden, J. E., 1992, Organizational Culture and Employee Retention, Academy of Management Journal, 35(3), pp. 1036-1056.
Susanto, A. B., 1997, Budaya Perusahaan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Vandenberg,
C., 1999, Organizational Culture: Person-Culture Fit and Turnover: A
Replication in The Health Care Industry, The Journal of Organizational
Behavior, 20, pp. 175-184.
Saya dwi irawati setuju jika bahan yang
dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan
saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak
ada copyright). .