Selasa, 26 Juni 2012

Nasib buruh diindonesia sangat menyedihkan dinandingkan negara tetangga seperti malaysia.
banyak pelanggaran-pelanggaran perusahaan terhadap eraturan pemerintah dan pemerintah tidak mengetahuinya.contohnya banyak buruh yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun tanpa kejelasan tidak diangkat menjadi  karyawan.dan banyak karyawan yang sudah bekerja 2 tahun kemudian diliburkan setelah itu dipanggil lagi dengan kontrak baru dan seterusnya.disitu dapat kita lihat kalau pemerintah tidak perduli akan nasib buruh.padahal sebagian besar masyarakat indonesia sekarang adalah buruh.harusnya pemerintah harus lebih memperhatikan nasib buruh diindonesia agar para buruh dapat hidup sejahtera.bukan malah pemerintah yang sejahtera badan pada gendut-gendut apa lagi polisi.sedangkan masyarakat kecil seperti buruh kurang gizi.karna pendapatan mereka tidak sesuai dengan harga bahan pokok yang sudah naik sekaran akibat isu BBM akan naik.harusnya pemerintah harus bertanggung jawab bukan menutup mata seakan-akan tidak mau melihat kenyataan yang ada.

Kamis, 21 Juni 2012

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI BUDAYA ORGANISASI MELALUI SOSIALISASI BUDAYA ORGANISASI

This article describes the significant impacts of promoting corporate culture for employees especially new recuits in their understanding of corporate culture or corporate values. Promoting corporate culture and / or corporate values is often used by many organizations to help their employees recognizing the organization's condition and surroundings. The success of this process depends on the role of the manager as well as the employess's involvement in achieving "person-culture fit", degrees of efficacy in reaching according to organizational culture, and accuracy of selected socialization method and weared.

Keywords: organization, corporate culture, person-culture fit, corporate values.

Pendahuluan

Kecenderungan sifat persaingan menuju persaingan global mesti disikapi dengan cepat dan tepat karena persaingan yang bersifat global tersebut biasanya menuntut perubahan manajemen atau pun struktur organisasi yang pada akhirnya akan berdampak pula pada budaya organisasi, dan sebaliknya. Namun, perubahan manajemen dan restrukturisasi tidak akan membawa hasil yang optimal tanpa disertai adanya budaya yang kondusif terhadap perubahan tersebut.

Organisasi sebagai sistem yang terbuka, dapat dipandang sebagai homogeneous culture dan heterogeneous

culture. Homogeneous culture menekankan pada proffesional culture dan corporate culture yang secara bersama-sama membentuk suatu komitmen jangka panjang terhadap kemajuan organisasi, sedangkan heterogeneous culture dibentuk dan dikembangkan oleh subkultur yang tumbuh dalam unit yang berbeda dalam suatu organisasi.

Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh indikasi bahwa budaya organisasi akan dapat dipahami dan diterima dengan baik oleh anggota (karyawan) hanya apabila di antara keduanya terdapat kesesuaian / kecocokan, yaitu antara budaya yang tumbuh dan berkembang dalam organisasi dengan budaya yang tumbuh dalam setiap individu (person-culture fit). Semakin tinggi kesesuaian di antara keduanya, maka semakin rendah tingkat turnover karyawan (Bass & Avolio, 1993; Vestal, 1997). Salah satu cara yang dapat dipakai untuk mewujudkan kesesuaian antara budaya organisasi dengan budaya setiap individu anggota adalah proses sosialisasi budaya organisasi.

Proses sosialisasi diperlukan anggota untuk menjadikan mereka sebagai anggota organisasi yang baik, sehingga anggota tidak merasa asing dengan situasi dan budaya yang telah dimiliki organisasi. Biasanya, karyawan yang untuk pertama kalinya bergabung dengan perusahaan akan merasa asing dan diliputi ketidakmengertian yang mendalam tentang prosedur-prosedur ataupun kebijakan-kebijakan serta nilai-nilai yang terdapat dalam organisasi.

Salah satu tujuan sosialisasi adalah memperkenalkan nilai-nilai budaya organisasi secara total sehingga diharapkan karyawan akan berperilaku sesuai dengan budaya organisasi. Proses sosialisasi budaya membutuhkan waktu lama di samping juga memerlukan perhatian serius. Program sosialisasi pada akhirnya diharapkan mampu memberikan gambaran yang tepat kepada karyawan tentang lingkungan pekerjaan dan budaya organisasi tempatnya bekerja.

Untuk menciptakan proses sosialisasi yang benar, diperlukan keterlibatan karyawan, organisasi itu sendiri, dan pemimpin yang dapat memberikan dukungan serta melakukan koordinasi yang tepat selama proses sosialisasi.

Pentingnya Memahami Budaya Organisasi

Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robins (1999) budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).

Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.

Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Budaya Organisasi

Hasil penelitian yang dilakukan O'Reilly, Chatman dan Caldwell (1991) dan Sheridan (1992) menunjukkan arti pentingnya nilai budaya organisasi dalam mempengaruhi perilaku dan sikap individu. Hasil penelitian tersebut memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan antara person-organization fit dengan tingkat kepuasan kerja, komitmen dan turnover karyawan, dimana individu yang sesuai dengan budaya organisasi memiliki kecenderungan untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen tinggi pada organisasi, dan juga memiliki intensitas tinggi untuk tetap tinggal dan bekerja di organisasi, sebaliknya, individu yang tidak sesuai dengan budaya organisasi cenderung untuk mempunyai kepuasan kerja dan komitmen rendah, akibatnya kecenderungan untuk meninggalkan organisasi tentu saja lebih tinggi (tingkat turnover karyawan tinggi). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai budaya secara signifikan mempengaruhi efektifitas organisasi melalui peningkatan kualitas output dan mengurangi biaya pengadaan tenaga kerja.

Dengan memahami dan menyadari arti penting budaya organisasi bagi setiap individu, akan mendorong para manajer menciptakan kultur yang menekankan pada interpersonal relationship (yang lebih menarik bagi karyawan) dibandingkan dengan kultur yang menekankan pada work task. Menurut Robbins (1993) ada sepuluh karakteristik kunci yang merupakan inti budaya organisasi, yakni :

1) Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing,

2) Group emphasis, yaitu seberapa besar aktivitas kerja bersama lebih ditekankan dibandingkan kerja individual,

3) People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi,

4) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi,

5) Control, yaitu banyaknya / jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan,

6) Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadi lebih agresif, inovatif, dan berani mengambil risiko,

7) Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau faktor-faktor nonkinerja lainnya, 8) Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik,

9) Means-ends orientation, yaitu intensitas manajemen dalam menekankan pada penyebab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mengembangkan hasil,

10) Open-system focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan respon yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.

Manfaat Budaya Organisasi

Kesinambungan organisasi sangat tergantung pada budaya yang dimiliki. Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai daya saing andalan organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan. Budaya organisasi pun dapat berfungsi sebagai rantai pengikat dalam proses menyamakan persepsi atau arah pandang anggota terhadap suatu permasalahan, sehingga akan menjadi satu kekuatan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robbins (1993), yaitu:

1) membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya,
2) menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasinya,
3) mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu,
4) menjaga stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif stabil.

Keempat fungsi tersebut menunjukkan bahwa budaya dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada dalam oragnisasi perlu ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota.

Sosialisasi Budaya Organisasi

Definisi Sosialisasi

Budaya organisasi yang homogen dapat diciptakan melalui kegiatan sosialisasi budaya organisasi. Dalam hal ini perusahaan melakukan tindakan manipulasi budaya/persepsi. Hal-hal yang dianggap membawa pengaruh buruk pada anggota akan diarahkan agar memberi pengaruh baik, sehingga tindakan ini diharapkan dapat menciptakan kondisi yang paling ideal yang harus dilakukan seluruh anggota.

Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses di mana individu ditransformasikan pihak luar untuk berpartisipasi sebagai anggota organisasi yang efektif (Greenberg, 1995). Gibson (1994) memandang sosialisasi sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh organisasi untuk mengintegrasikan tujuan organisasional maupun individual. Dalam pengertian ini terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan organisasional dan kepentingan individual. Dengan kata lain, di dalam prosesnya, sosialisasi akan berhasil bila ada partisipasi karyawan selain adanya dukungan organisasi yang bersangkutan.

Sosialisasi mencakup kegiatan di mana anggota mempelajari seluk beluk organisasi serta bagaimana mereka harus berinteraksi dan berkomunikasi antaranggota organisasi untuk menjalankan seluruh aktivitas organisasi. Umumnya, sosialisasi menyangkut dua masalah yaitu masalah makro dan masalah mikro. Masalah makro berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi karyawan, sedangkan masalah mikro lebih menyangkut pada kebijakan, struktur dan budaya organisasi.

Keberhasilan proses sosialisasi budaya tergantung pada dua hal utama (Susanto, 1997), yakni:
1) derajat keberhasilan mencapai kesesuaian nilai-nilai yang dimiliki karyawan baru dengan organisasi,
2) metode sosialisasi yang dipilih manajemen puncak dalam mengimplementasikan budayanya. Oleh sebab itu organisasi harus mampu mengajak anggotanya, terutama anggota baru, untuk menyesuaiakan dengan budaya organisasi yang menjadi pedoman pencapaian kinerja yang baik.

Di samping itu, organisasi (dibantu oleh manajemen puncak) juga harus mampu melaksanakan kegiatan sosialisasi budaya pada sumber daya manusianya, agar hasil proses sosialisasi memberi dampak positif pada produktivitas, komitmen, serta turnover sumber daya manusia tersebut. Pada akhirnya implemetasi sosialisasi budaya organisasi akan mendukung dan mendorong sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang diinginkan.

Tujuan dan Manfaat Sosialisasi Budaya Organisasi

Tujuan sosialisasi budaya organisasi adalah:
1) membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat memupuk kerja sama, integritas, dan komunikasi dalam organisasi,
2) memperkenalkan budaya organisasi pada anggota,
3) meningkatkan komitmen dan daya inovasi anggota.

Sosialisasi budaya selain bermanfaat bagi anggota tentu saja juga membawa manfaat pada organisasi. Bagi anggota sosialisasi budaya memberikan gambaran yang jelas mengenai organisasi yang dimasukinya, sehingga anggota baru terbantu dalam membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan situasi yang dihadapi. Selain itu, sosialisasi budaya juga memudahkan anggota dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, pekerjaan, dan anggota lain intraorganisasi. sehingga menumbuhkan komitmen karyawan yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Bagi organisasi, sosialisasi budaya bermanfaat sebagai alat komunikasi untuk semua hal yang berhubungan dengan aktivitas dan budaya organisasi sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan anggota untuk memahami segala sesuatu mengenai organisasi. Proses sosialisasi dapat dilakukan dalam proses perekrutan karyawan yang sesuai dengan organisasi dan yang mempunyai potensi besar untuk lebih berkembang. Pemilihan karyawan yang sesuai dengan budaya organisasi akan memperkuat budaya organisasi yang telah ada.

Proses Sosialisasi Budaya Organisasi

Proses sosialisasi budaya khususnya ditujukan bagi calon karyawan baru yang akan bergabung dengan perusahaan dan / atau anggota yang baru saja diterima menjadi anggota, karena mereka belum mengenal budaya organisasi secara komprehensif. Luthan (1995) menjelaskan bahwa proses sosialisasi budaya organisasi dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:

1) Seleksi calon karyawan perusahaan; sejak awal pemilihan calon karyawan, organisasi dapat mempertimbangkan berbagai kemungkinan apakah calon karyawan tertentu akan dapat menerima kultur yang ada atau justru akan merusak kultur yang telah terbangun,

2) Penempatan karyawan pada suatu pekerjaan tertentu, dengan tujuan menciptakan kohesivitas di antara karyawan,

3) Pendalaman bidang pekerjaan; tahap ini dimaksudkan agar seseorang anggota semakin mengenal dengan baik dan menyatu dengan bidang tugasnya serta memahami apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing,

4) Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan, dimaksudkan agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan ketentuan organisasi sebagai salah satu norma budaya serta dapat lebih intensif menerapkannya di masa datang,

5) Menanamkan kesetiaan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,

6) Memperluas cerita dan berita tentang berbagai hal berkaitan dengan budaya organisasi, misalnya cerita tentang pemutusan hubungan kerja kepada seseorang karyawan karena menyalahgunakan kekuasaan/wewenang untuk kepentingan pribadi meskipun karyawan tersebut sangat potensial. Hal tersebut menekankan betapa pentingnya moral bagi setiap karyawan, dan nilai moral ini tidak dapat ditebus hanya dengan potensi yang dimiliki,

7) Pengakuan atas kinerja dan promosi, diberikan kepada karyawan yang mampu melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya dengan baik serta dapat menjadi teladan karyawan lain, khususnya karyawan yang baru bergabung.

Untuk dapat memberikan pengakuan, organisasi harus memiliki kriteria/ukuran baku yang dapat diterapkan secara konsisten serta dapat diikuti dengan transparan oleh karyawan lain. Beberapa hal yang dapat dijadikan tolok ukur, misalnya:

1) kemampuan teknik,

2) human relation skill / team work,

3) kepribadian,

4) potentiality, dan

5) managerial skill (bagi manajer / supervisor).

Sumber: Fred Luthans (1995:506)

Penutup

Tercapainya tujuan organisasi tergantung pada adanya kesesuaian antara individu sebagai anggota organisasi dengan budaya organisasinya. Sosialisasi merupakan salah satu strategi yang dapat dilaksanakan untuk memberikan pemahaman nilai-nilai budaya organisasi kepada anggota yang dapat mendukung tercapainya tujuan individu dan tujuan organisasi.

Proses sosialisasi dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu:

1) seleksi calon karyawan perusahaan,

2) penempatan karyawan dalam suatu pekerjaan tertentu,

3) pendalaman bidang pekerjaan,

4) penilaian kinerja dan pemberian penghargaan,

5) penanaman kesetiaan kepada nilai-nilai luhur yang dimiliki organisasi,

6) memperluas cerita dan berita mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan budaya organisasi,

7) pengakuan atas kinerja dan memberikan promosi.

Proses sosialisasi yang dilakukan perusahaan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja serta meningkatkan komitmen anggota. Ketika tingkat komitmen karyawan tinggi secara otomatis tingkat turnover karyawan rendah. Namun hal yang tidak boleh dilupakan adalah keberhasilan proses sosialisasi budaya sangat bergantung pada derajat keberhasilan dalam mencapai kesesuaian dengan budaya organisasi, ketepatan metode sosialisasi yang dipilih dan dipakai, serta peran pemimpin dalam mengarahkan dan mendorong pemahaman, pengakuan, dan pencapaian kesesuaian budaya organisasi dengan individu (anggota) baru.

Akhirnya, proses sosialisasi diharapkan memberikan kepuasan yang resiprokal organisasi-anggota, artinya organisasi dapat memberikan kepuasan kepada anggotanya, dan sebaliknya, anggota dapat memberikan kepuasan kepada organisasi melalui kreativitas dan kegiatan inovatif yang berdampak pada tingginya kinerja organisasi secara keseluruhan. @

Daftar Pustaka

Bass, B. M. Avolio, B. J., 1993, Transformational Leadership and Organizational Culture, PAQ, Spring, pp. 112-121.

Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H., Jr., 1994, Organizations: Behavior, Structure, and Process, 8th Ed., Boston: Irwin.

Greenberg, J., & Robert, A.B., 1995, Behavior in Organizational: Understanding and Managing The Human Side of Work, 5th Ed., New Jersy: Prentice-Hall International, Inc.

Luthans, F., 1995, Organizational Behavior, 7th Ed., McGraw-Hill International Edition.

O'Reilly, C. A., Chatman, J., & Caldwell, D. F., 1991, People and Organizational Culture: A Profile Comperison Approach to Assesing Person-Organization Fit, 34(3), pp. 487-516.

Robbins, S. P., 1993, Organizational Behavior Concepts Controversies, and Applications, New Jersy: Prentice Hall International, Inc.

Sheriden, J. E., 1992, Organizational Culture and Employee Retention, Academy of Management Journal, 35(3), pp. 1036-1056.

Susanto, A. B., 1997, Budaya Perusahaan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Vandenberg, C., 1999, Organizational Culture: Person-Culture Fit and Turnover: A Replication in The Health Care Industry, The Journal of Organizational Behavior, 20, pp. 175-184.
Saya dwi irawati setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .


Selasa, 19 Juni 2012

kuliah


Sikap dan Sifat Yang Dibutuhkan Dalam Organisasi


organisasi5 300x225 Sikap dan Sifat Yang Dibutuhkan Dalam OrganisasiPada dasarnya, sikap dan sifat dasar yang dibutuhkan dalam organisasi sangatlah relatif. Tergantung dari apa jenis organisasi, tujuan, tradisi dalam organisasi, kapasitas orang didalam organisasi, dan lainnya. 
Namun, secara garis besar, beberapa hal berikut berlaku secara umum dikebanyakan organisasi. Organisasi komersial ataupun non komersial. Organisasi pemerintah, maupun organisasi non pemerintah.
Apa saja? mari kita lihat :

Kejujuran

Kata pepatah lama : Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Di organisasi juga tentunya. Jujur dalam berorganisasi misalnya jujur saat mengemukakan pendapat, laporan, jujur masalah uang, jujur dalam menilai kinerja, dan lain-lain.
Jujur berkaitan dengan masalah moralitas, realita, dan fakta. Maka, masalah kejujuran pada dasarnya berangkat dari hati nurani seseorang. Tidak jarang, banyak oknum dalam organisasi berbuat dan berkata tidak jujur untuk menutupi sesuatu.
Misalkan, seorang auditor sedang mengaudit keuangan sebuah perusahaan. Dalam penyelidikan dia menemukan banyak kejanggalan dan kecurangan. Namun karena diimingi uang, atau mungkin karena mendapat ancaman dari perusahaan yang bersangkutan, akhirnya dia memanipulasi data penyelidikan.
Atas kepentingan tertentu dalam organisasi, terkadang kita dipaksa oleh keadaan untuk berbuat tidak jujur. Kadang ada kesempatan mendapatkan keuntungan dari ketidakjujuran yang kita buat. Kadang kita terpaksa berbuat tidak jujur karena alasan-alasan tertentu yang menurut kita baik
Banyak orang melakukan pembenaran dengan mengatakan atau berpegang pada istilah “bohong untuk kebaikan itu tak masalah” sehingga dengan mudah mereka berbuat atau berkata tidak jujur.
Dalam sebuah sumber agama tertentu, disebutkan “Katakanlah yang sebenarnya, walaupun itu pahit bagimu“. Disini kita melihat apakah sebenarnya memang dibenarkan adanya “bohong untuk kebaikan?” padahal sebenarnya bohong itu sendiri adalah hal yang buruk.
Namun, dalam kondisi tertentu memang efek dari kejujuran bisa lebih pahit daripada jika kita berbohong. Disinilah kita dituntut berani mengemukakan kebenaran dengan jujur

Loyalitas

Loyalitas mengacu pada kesetiaan pada organisasi, kerelaan berkorban untuk organisasi, dan hal-hal lain yang sifatnya herois. Loyalitas akan menggerakkan motor-motor organisasi untuk tetap bekerja meski dalam kondisi yang tidak menguntungkan, kondisi kekurangan, atau kondisi-kondisi buruk lainnya.
Pada kasus-kasus tertentu, suatu organisasi dapat bertahan karena memiliki anggota-anggota yan loyal. Padahal, secara program organisasi tersebut bisa dikatakan tidak bergerak sama sekali
Ada banyak hal yang membuat orang menjadi loyal pada sebuah organisasi. Kebanyakan orang menjadi loyal karena telah memahami seluk beluk organisasi itu, masalah, tantangan yang dihadapi organisasi dalam kaitannya dengan tujuan organisasi itu, atau karena telah lama berorganisasi disitu.
Anggota yang loyal, ibarat seorang pejuang yang rela tetap semangat berperang dalam kondisi perut lapar, amunisi dan senjata kurang, walaupun pasukan diambang kekalahan.
Salah satu contoh loyalitas yang cukup sempurna diperlihatkan dalam sebuah film epik berjudul “300 (three hundred)” yang mengisahkan peperangan antara pasukan perang Sparta (Yunani) dibawah pimpinan Leonidas melawan pasukan Persia dibawah pimpinan Xerxes.

Komitmen dan tanggungjawab

Jika loyalitas berkerabat dengan kesetiaan, maka komitmen dan tanggungjawab tidak demikian. Komitmen dan tanggungjawab lebih mengarah pada kesepakatan atau janji yang telah dibuat.
Lebih dalam lagi, komitmen dan tanggungjawab dapat diartikan
memegang teguh amanat, kesepakatan, janji, tugas  yang telah dibuat atau diterima (diucapkan ataupun dituliskan) dan menyelesaikannya dengan bersungguh-sungguh dengan semaksimal mungkin (mengerahkan kemampuan maksimal untuk mencapai tujuan atau tugas tersebut)”.
Tanpa loyalitas sekalipun orang dapat berkomitmen dan bertanggung jawab. Bahkan tanpa ikatan emosional dengan organisasi tersebut sekalipun. Namun pada umumnya, komitmen dan tanggungjawab yang kuat tercipta dari hubungan internal, emosional, dan kekeluargaan yang kuat, meski tidak selalu akur
Kesepakatan yang dimaksud dapat berupa kesepakatan dari diri sendiri dengan diri sendiri, kesepakatan antar individu, ataupun kesepakatan antar lembaga/organisasi
Kesepakatan dari diri sendiri pada diri sendiri mengacu pada pertentangan pribadi (batin) seseorang. Dimana biasanya selalu ada pro dan kontra didalam diri seseorang atau suatu yang dipikirkan atau akan dilakukan, lalu terjadi kesepakatan damai dan memunculkan komitmen serta batasan-batasannya (atau tidak terbatas sama sekali). Dari komitmen ini kemudian lahirlah tanggungjawab untuk mewujudkan komitmen tersebut
Kesepakatan antar individu maupun antar lembaga adalah kesepakatan atara satu pihak dengan lainnya. Baik dikemukakan secara tertulis maupun lisan. Namun dewasa ini, kebanyakan kesepakatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum adalah kesepakatan tertulis.

Kekeluargaan dan rasa saling memiliki

Kekeluargaan  atas suatu organisasi berawal dari rasa nyaman yang ditimbulkan didalam internal organisasi tersebut. Kemudian muncullah rasa memiliki. Kekeluargaan dan rasa memiliki ini merupakan proses sebab akibat yang sangat erat. Keduanya saling mempengaruhi.
Keduanya berakibat pada rasa nyaman antar anggota didalam organisasi tersebut, dan akhirnya mempengaruhi pula ikatan emosional, kinerja, dan lain-lain.
Jika seorang anggota organisasi telah merasa memiliki atas suatu organisasi, maka dia takkan segan berbuat banyak untuk organisasinya, bahkan tanpa pamrih. Hal ini mungkin karena anggota tersebut melakukannya atas dasar pengabdian, bukan sekedar tugas atau mengerjakan program
Pada umumnya kekeluargaan dan rasa memiliki ini tercipta karena intensitas interaksi dan komunikasi yang banyak. Sesama anggota sering bertemu, berdiskusi, bersenang-senang, berkegiatan, berbagi suka duka, lama kelamaan akan terpupuklah kekeluargaan dan rasa memiliki yang kuat
Kekeluargaan dan rasa memiliki dikalangan anggota organisasi memungkinkan munculnya kecintaan pada organisasi tersebut. Bisa dibayangkan, jika seseorang sudah cinta, maka apa saja mungkin dia lakukan, bahkan dengan dasar dan alasan yang tidak rasional sekalipun
Namun, sifat kekeluargaan dan rasa memiliki ini bisa muncul setelah seseorang masuk dalam organisasi dan / atau berpartisipasi didalamnya. Banyak juga non anggota yang berpartisipasi aktif dalam sebuah organisasi. Mereka-mereka ini sering disebut “Simpatisan” atau orang yang bersimpati.

Kemauan untuk berkembang

Hal ini sangat penting, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi organisasi yang bersangkutan.
Dunia sangat dinamis, begitu juga dengan manusia. Selalu terjadi perubahan baik cepat ataupun lambat. Baik itu perubahan pola, prinsip, cara, dan lain-lain
Kemauan untuk berkembang menunjukkan keterbukaan pada hal-hal baru yang masih asing. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam diri seorang anggota itu atau organisasi itu, ada keinginan untuk selalu meningkatkan kualitasnya, sehingga yang dihasilkan organisasipun meningkat baik kualitas ataupun kuantitasnya,
Hampir semua organisasi membutuhkan anggota yang punya sifat ini. Namun, terkadang ada juga organisasi tertentu, entah disadari atau tidak, atau memang disengaja, membiarkan anggotanya atau organisasinya tetap statis/monoton. Tentu setiap organisasi punya tujuannya sendiri-sendiri
Efeknya pada organisasi sangat signifikan, dengan memiliki anggota organisasi atau organisasi yang mau berkembang, organisasi tersebut berpotensi untuk bertahan lama, berjalan beriringan dengan jaman, selalu sesuai dengan kebutuhan, atau bahkan melampaui capaian pada jamannya.

Cara berkomunikasi yang efektif dan efesien

Disadari atau tidak, komunikasi yang efektif dan efisien ini menjadi kunci kesuksesan di hampir semua aspek dalam organisasi.
Seorang teknisi ingin menjelaskan alat-alat dan gunanya pada saat presentasi di masyarakat, dengan apa? Tentu dengan komunikasi yang baik dan pas. Seorang manajer ingin menjelaskan rencana-rencananya, dengan apa? Diam? Tak mungkin. Tentu dengan komunikasi
Seringkali terjadi, yang membuat suatu produk tidak laku dimasyarakat bukan karena produk itu jelek, tetapi karena penyampaiannya pada masyarakat yang tak efektif dan efisien.
Sering kali dalam organisasi, kita menjelaskan panjang lebar tentang konsep yang kita buat, tetapi ditolak oleh segenap hadirin. Mengapa? Ternyata karena penyampaian kita tidak ditangkap atau dimengerti secara maksimal oleh pendengar.
Ironis bukan, rencana yang telah kita buat secara sangat matang dalam hal teknis, malah gagal atau ditolak karena kita tidak mampu menyampaikannya pada resipien (penerima informasi)?
*************************
Pada umumnya anggota-anggota organisasi yang telah mapan dan dewasa mengetahui betapa pentingnya beberapa hal diatas dalam sebuah organisasi. Organisasi besar biasanya punya tradisi khusus untuk terus menyampaikan/mentransformasikan hal-hal penting di organisasinya kepada anggota-anggota baru.
(sumber: enviroleeb.wordpress.com)