Sikap dan Sifat Yang Dibutuhkan Dalam Organisasi
Pada dasarnya, sikap dan sifat dasar yang dibutuhkan dalam organisasi
sangatlah relatif. Tergantung dari apa jenis organisasi, tujuan,
tradisi dalam organisasi, kapasitas orang didalam organisasi, dan
lainnya.
Namun, secara garis besar, beberapa hal
berikut berlaku secara umum dikebanyakan organisasi. Organisasi
komersial ataupun non komersial. Organisasi pemerintah, maupun
organisasi non pemerintah.
Apa saja? mari kita lihat :
Kejujuran
Kata pepatah lama : Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Di
organisasi juga tentunya. Jujur dalam berorganisasi misalnya jujur saat
mengemukakan pendapat, laporan, jujur masalah uang, jujur dalam menilai
kinerja, dan lain-lain.
Jujur berkaitan dengan masalah
moralitas, realita, dan fakta. Maka, masalah kejujuran pada dasarnya
berangkat dari hati nurani seseorang. Tidak jarang, banyak oknum dalam
organisasi berbuat dan berkata tidak jujur untuk menutupi sesuatu.
Misalkan, seorang auditor sedang
mengaudit keuangan sebuah perusahaan. Dalam penyelidikan dia menemukan
banyak kejanggalan dan kecurangan. Namun karena diimingi uang, atau
mungkin karena mendapat ancaman dari perusahaan yang bersangkutan,
akhirnya dia memanipulasi data penyelidikan.
Atas kepentingan tertentu dalam
organisasi, terkadang kita dipaksa oleh keadaan untuk berbuat tidak
jujur. Kadang ada kesempatan mendapatkan keuntungan dari ketidakjujuran
yang kita buat. Kadang kita terpaksa berbuat tidak jujur karena
alasan-alasan tertentu yang menurut kita baik
Banyak orang melakukan pembenaran dengan mengatakan atau berpegang pada istilah “bohong untuk kebaikan itu tak masalah” sehingga dengan mudah mereka berbuat atau berkata tidak jujur.
Dalam sebuah sumber agama tertentu, disebutkan “Katakanlah yang sebenarnya, walaupun itu pahit bagimu“. Disini kita melihat apakah sebenarnya memang dibenarkan adanya “bohong untuk kebaikan?” padahal sebenarnya bohong itu sendiri adalah hal yang buruk.
Namun, dalam kondisi tertentu memang
efek dari kejujuran bisa lebih pahit daripada jika kita berbohong.
Disinilah kita dituntut berani mengemukakan kebenaran dengan jujur
Loyalitas
Loyalitas mengacu pada kesetiaan pada
organisasi, kerelaan berkorban untuk organisasi, dan hal-hal lain yang
sifatnya herois. Loyalitas akan menggerakkan motor-motor organisasi
untuk tetap bekerja meski dalam kondisi yang tidak menguntungkan,
kondisi kekurangan, atau kondisi-kondisi buruk lainnya.
Pada kasus-kasus tertentu, suatu
organisasi dapat bertahan karena memiliki anggota-anggota yan loyal.
Padahal, secara program organisasi tersebut bisa dikatakan tidak
bergerak sama sekali
Ada banyak hal yang membuat orang
menjadi loyal pada sebuah organisasi. Kebanyakan orang menjadi loyal
karena telah memahami seluk beluk organisasi itu, masalah, tantangan
yang dihadapi organisasi dalam kaitannya dengan tujuan organisasi itu,
atau karena telah lama berorganisasi disitu.
Anggota yang loyal, ibarat seorang
pejuang yang rela tetap semangat berperang dalam kondisi perut lapar,
amunisi dan senjata kurang, walaupun pasukan diambang kekalahan.
Salah satu contoh loyalitas yang cukup
sempurna diperlihatkan dalam sebuah film epik berjudul “300 (three
hundred)” yang mengisahkan peperangan antara pasukan perang Sparta
(Yunani) dibawah pimpinan Leonidas melawan pasukan Persia dibawah
pimpinan Xerxes.
Komitmen dan tanggungjawab
Jika loyalitas berkerabat dengan
kesetiaan, maka komitmen dan tanggungjawab tidak demikian. Komitmen dan
tanggungjawab lebih mengarah pada kesepakatan atau janji yang telah
dibuat.
Lebih dalam lagi, komitmen dan tanggungjawab dapat diartikan
“memegang teguh amanat, kesepakatan, janji, tugas yang telah dibuat atau diterima (diucapkan ataupun dituliskan) dan menyelesaikannya dengan bersungguh-sungguh dengan semaksimal mungkin (mengerahkan kemampuan maksimal untuk mencapai tujuan atau tugas tersebut)”.
Tanpa loyalitas sekalipun orang dapat
berkomitmen dan bertanggung jawab. Bahkan tanpa ikatan emosional dengan
organisasi tersebut sekalipun. Namun pada umumnya, komitmen dan
tanggungjawab yang kuat tercipta dari hubungan internal, emosional, dan
kekeluargaan yang kuat, meski tidak selalu akur
Kesepakatan yang dimaksud dapat berupa
kesepakatan dari diri sendiri dengan diri sendiri, kesepakatan antar
individu, ataupun kesepakatan antar lembaga/organisasi
Kesepakatan dari diri sendiri pada diri
sendiri mengacu pada pertentangan pribadi (batin) seseorang. Dimana
biasanya selalu ada pro dan kontra didalam diri seseorang atau suatu
yang dipikirkan atau akan dilakukan, lalu terjadi kesepakatan damai dan
memunculkan komitmen serta batasan-batasannya (atau tidak terbatas sama
sekali). Dari komitmen ini kemudian lahirlah tanggungjawab untuk
mewujudkan komitmen tersebut
Kesepakatan antar individu maupun antar
lembaga adalah kesepakatan atara satu pihak dengan lainnya. Baik
dikemukakan secara tertulis maupun lisan. Namun dewasa ini, kebanyakan
kesepakatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum adalah
kesepakatan tertulis.
Kekeluargaan dan rasa saling memiliki
Kekeluargaan atas suatu organisasi
berawal dari rasa nyaman yang ditimbulkan didalam internal organisasi
tersebut. Kemudian muncullah rasa memiliki. Kekeluargaan dan rasa
memiliki ini merupakan proses sebab akibat yang sangat erat. Keduanya
saling mempengaruhi.
Keduanya berakibat pada rasa nyaman
antar anggota didalam organisasi tersebut, dan akhirnya mempengaruhi
pula ikatan emosional, kinerja, dan lain-lain.
Jika seorang anggota organisasi telah
merasa memiliki atas suatu organisasi, maka dia takkan segan berbuat
banyak untuk organisasinya, bahkan tanpa pamrih. Hal ini mungkin karena
anggota tersebut melakukannya atas dasar pengabdian, bukan sekedar tugas
atau mengerjakan program
Pada umumnya kekeluargaan dan rasa
memiliki ini tercipta karena intensitas interaksi dan komunikasi yang
banyak. Sesama anggota sering bertemu, berdiskusi, bersenang-senang,
berkegiatan, berbagi suka duka, lama kelamaan akan terpupuklah
kekeluargaan dan rasa memiliki yang kuat
Kekeluargaan dan rasa memiliki
dikalangan anggota organisasi memungkinkan munculnya kecintaan pada
organisasi tersebut. Bisa dibayangkan, jika seseorang sudah cinta, maka
apa saja mungkin dia lakukan, bahkan dengan dasar dan alasan yang tidak
rasional sekalipun
Namun, sifat kekeluargaan dan rasa
memiliki ini bisa muncul setelah seseorang masuk dalam organisasi dan /
atau berpartisipasi didalamnya. Banyak juga non anggota yang
berpartisipasi aktif dalam sebuah organisasi. Mereka-mereka ini sering
disebut “Simpatisan” atau orang yang bersimpati.
Kemauan untuk berkembang
Hal ini sangat penting, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi organisasi yang bersangkutan.
Dunia sangat dinamis, begitu juga dengan
manusia. Selalu terjadi perubahan baik cepat ataupun lambat. Baik itu
perubahan pola, prinsip, cara, dan lain-lain
Kemauan untuk berkembang menunjukkan
keterbukaan pada hal-hal baru yang masih asing. Hal ini juga menunjukkan
bahwa dalam diri seorang anggota itu atau organisasi itu, ada keinginan
untuk selalu meningkatkan kualitasnya, sehingga yang dihasilkan
organisasipun meningkat baik kualitas ataupun kuantitasnya,
Hampir semua organisasi membutuhkan
anggota yang punya sifat ini. Namun, terkadang ada juga organisasi
tertentu, entah disadari atau tidak, atau memang disengaja, membiarkan
anggotanya atau organisasinya tetap statis/monoton. Tentu setiap
organisasi punya tujuannya sendiri-sendiri
Efeknya pada organisasi sangat
signifikan, dengan memiliki anggota organisasi atau organisasi yang mau
berkembang, organisasi tersebut berpotensi untuk bertahan lama, berjalan
beriringan dengan jaman, selalu sesuai dengan kebutuhan, atau bahkan
melampaui capaian pada jamannya.
Cara berkomunikasi yang efektif dan efesien
Disadari atau tidak, komunikasi yang efektif dan efisien ini menjadi kunci kesuksesan di hampir semua aspek dalam organisasi.
Seorang teknisi ingin menjelaskan
alat-alat dan gunanya pada saat presentasi di masyarakat, dengan apa?
Tentu dengan komunikasi yang baik dan pas. Seorang manajer ingin
menjelaskan rencana-rencananya, dengan apa? Diam? Tak mungkin. Tentu
dengan komunikasi
Seringkali terjadi, yang membuat suatu
produk tidak laku dimasyarakat bukan karena produk itu jelek, tetapi
karena penyampaiannya pada masyarakat yang tak efektif dan efisien.
Sering kali dalam organisasi, kita
menjelaskan panjang lebar tentang konsep yang kita buat, tetapi ditolak
oleh segenap hadirin. Mengapa? Ternyata karena penyampaian kita tidak
ditangkap atau dimengerti secara maksimal oleh pendengar.
Ironis bukan, rencana yang telah kita
buat secara sangat matang dalam hal teknis, malah gagal atau ditolak
karena kita tidak mampu menyampaikannya pada resipien (penerima
informasi)?
*************************
Pada umumnya anggota-anggota organisasi
yang telah mapan dan dewasa mengetahui betapa pentingnya beberapa hal
diatas dalam sebuah organisasi. Organisasi besar biasanya punya tradisi
khusus untuk terus menyampaikan/mentransformasikan hal-hal penting di
organisasinya kepada anggota-anggota baru.
(sumber: enviroleeb.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar